Senin, Desember 22, 2008

BSM_TAHUN AKADEMIK 2008/2009

Bakrie School of Management (BSM)
Final Exam. untuk Semester 1 sudah selesai. Berarti, Sudah genap Enam bulan aku berstatus Mahasiswa. Tepatnya Mahasiswa S1-ACCOUNTING Bakrie School of Management. Suatu kebanggaan tersendiri karena Almamater Mahasiswa telah melekat padaku. Status yang bahkan sempat menjadi pahlawan pada era Reformis anak muda Indonesia pada tahun 1997,1998,1999. Status yang bahkan membuat Presiden sekalipun, merasa takjub sekaligus TAKUT pada keganasan dan keberanian dibalik otak-otak Intelektual pemiliknya. Ya ... itulah MAHASISWA.
Lebih spesisfik lagi, aku akan berkisah tentang Kampus tempatku menuntut Ilmu sekarang. Yaitu, Bakrie School of Management, sebuah Perguruan Tinggi Swasta di bawah Yayasan Pendidikan Bisnis Indonesia yang telah berganti menjadi Yayaysan Pendidikan Bakrie, yang mempunyai Visi untuk menciptakan generasi-generasi emas di bidang Bisnis, yang Insya Allah di masa depan, akan menjadi Enterpreneur-enterpreneur sejati, bahkan menjadi pemimpin bangsa ini.
Suatu tujuan mulia yang dikembangkan oleh Keluarga Bakrie, Keluarga Pengusaha Terkaya di Indonesia (Majalah Forbes Asia, 2008), yang diimplementasikan melalui pemberian Beasiswa bagi 353 bibit unggul dari 33 Propinsi se-Indonesia pada tahun 2008. Proses penyeleksiannya terbilang relatif mudah, karena Manajemen BSM terjun langsung untuk menyeleksi, ke 33 propinsi, 44 Kota se Indonesia dan Alhamdulillah, sekarang aku sudah masuk dalam 371 Mahasiswa Angkatan 2008.
Tentang BSM sendiri, adalah hal yang teramat unik untuk dibahas. Sebuah kampus kecil dari ukuran areanya, namun SUPER dari segi fasislitas GRATIS, yang diberikan kepada Mahasiswanya. Sejak di BSM, aku baru menyadari betapa pentingnya BISNIS. Betapa pentingnya menjadi seseorang yang justru menciptakan lapangan Kerja, bukan malah mencari kerja. Suatu keberuntungan tersendiri aku bisa menyadari hal itu, tepat ketika status mahasiswa melekat di balik Almamater Abu-abu Kampusku. Namun aku hanya bisa menyesal, tidak mengambil jurusan IPS Semenjak SMA, tapi itu sudah menjadi pilihan yang tepat, mengingat paradigma IPS yang cenderung negatif. So ... lebih baik memilih IPA saat itu.
Well, BSM ... Lokasinya di Kavling sebelah tenggara Gelanggang Mahasiswa Soemantri Brojonegoro (GOR SOEMANTRI) dan Mal Pasar Festival. Sebuah Mal di Jl. H.R Rasuna Said, daerah Bisnis Enterprise Kuningan, Jakarta Selatan. Sekarang sudah ada tiga angkatan, 2006 (Management), 2007 (Management dan Accounting), 2008 (Management dan Accounting). Aku memilih jurusan Accounting karena berbagai alasan yang cukup prinsipil menurutku. Salah satunya karena aku menyukai Ilmu Hitung menghitung. Selain itu, mengenai prospek usaha dan Kaderisasi seorang Accountant, menawarkan sebuah senyum cerah di dalam dunia bisnis saat ini, yang memang sedang dilanda Krisis Akuntabilitas. So ... kehadiran seorang Enterpreneur yang Akuntable, menjadi suatu harapan baru bagi perkembangan dunia bisnis dan ekonomi makro bangsa ini. Lebih spesifik lagi, aku memilih Accounting, karena ingin menjadi Ministry of Finance and Economic in The Cabinet of Indonesia.
BSM sendiri sebagai sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dan Bisnis (Insya ALLAH, 2010 akan menjadi Bakrie University) mempunyai dua bidang akademik yakni Management dan Accounting di mana keduanya, mempunyai kurikulum berbeda, yang berorientasi pada pengembangan skill di bidang bisnis, pengembangan jiwa kewirausahaan (ENTERPRENEURSHIP), dan pengembangan Soft Skill melalui aktivitas akademik dan non-akademik, baik di dalam, maupun di luar kampus. Lebih jau tentang kurikulum, akan anda dapatkan saat menjadi Mahasiswa BSM.
Tentang fasilitas kampus. Mahasiswa BSM tak pernah mengeluh kepanasan selama perkuliahan, justru sebagian besar keluhan mahasiswa adalah karena kedinginan di seluruh sudut kampus BSM yang full AC. Bahkan ketika daerah setempat ada giliran pemadaman, listrik tak kan mati, karena GEN-SET telah disediakan oleh teknisi-teknisi handal di BSM.
Ruang kelas supercomfortable yang berbasis Multi media. Di setiap ruang kelas ada 1 unit komputer Pentium-4-HP Compac free Acess Internet di meja Dosen, dan tidak hanya itu, full seluruh sudut kampus anda bisa mengakses internet GRATIS melalui WIFI-BSM dan WIFI-Pasar Festival. Setiap mahasiswa juga mendapatkan fasilitas Laptop Mahal yang di sulap jadi Super murah dan dicicil perbulan selama 3 TAHUN FREE of INTEREST, melalui Subsidi pihak BSM.
Bagi mahasiswa yang tidak mau mencicil Laptop, jangan khawatir, karena di BSM ada Lab. Komputer PLUS Printer GRATIS dan Lab. Bahasa yang masing-masing memiliki 41 unit Komputer Pentium-4-HP Compac, di tambah 8 unit di dalam Perpustakaan BSM, yang bisa digunakan untuk keperluan akademik, maupun sekadar NgeNET dari jam setengah sembilan pagi hingga jam Setengah delapan malam, GRATIS.
Ngomong-ngomong soal perpus, di BSM tempatnya. Perpus BSM menyediakan berbagai literasi-literasi Economic, Business, Finance, Advertising, Public Relation, Communication, Human Relation dan selainnya dalam bentuk Text Book semuanya FULL IN ENGLISH dan bisa dipinjam, Jurnal-jurnal Lokal dan Internasional, serta berbagai majalah dan surat kabar yang selalu update setiap hari. So ... gak akan ketinggalan Info meskipun di kos-an atau kontrakan tidak ada media informasi. Tapi bagi mahasiswa yang sedikit jenuh membaca text Bisnis, dan ingin mencari bacaan lain, langsung menuju Perpustakaan Umum Daerah DKI Jakarta di Lantai 7-8 Nyi Ageng Serang Building, 100 meter depan kampus BSM.
Ada dua Mushalla berukuran proporsional di BSM. Bagi Mahasiswa yang terjun dalam kegiatan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Basmala (Barisan Mahasiswa Islam) BSM, Mushalla menjadi Base Camp. tempat mangkal anak-anak Rohis (Kerohanian Islam). Di beberapa sudut strategis yang ramai oleh Mahasiswa, disediakan masing-masing 2 unit Dispendser, so ... mahasiswa tidak takut haus selama di dalam Kampus.
Lantai marmer di sepanjang kampus yang bahkan bisa dipake buat ngaca, menjadi saksi segala kenyamanan fasilitas yang ditawarkan BSM. Ada juga sebuah ruang hangat-warm room-aquarium bagi mahasiswa yang kedinginan di lingkungan kampus. Mahasiswa juga diberi fasilitas Loker dengan tarif sewa Rp.10.000 PERSEMESTER dan bisa diperpanjang setiap semesternya.
Toilet, menjadi hal terlucu mengenai fasilitas BSM, karena??? Karena jika fasilitas pertama yang anda temui adalah toilet, maka anda akan berpikir bahwa tempat ini bukanlah kampus tetapi HOTEL. Itulah toilet BSM. Toilet supercomfort and clean, yang belum tentu ada di kampus lain bahkan di beberapa hotel sekalipun. Hahahahahahaha.
Sedikit penggambaran dari sisi tenaga pengajar BSM. Semua dosen BSM memiliki kualifikasi minimal S2 lulusan Luar Negeri, karena Pembelajaran di BSM Menggunakan Bahasa Inggris sebagai pengantar. Sebagian besar berlatar belakang Enterpreneur, Wartawan Senior, Akuntan Publik, Dosen beberapa PTN dan PTS Ternama bahkan ada beberapa yang menjadi direktur di salah satu perusahaan. Suatu interaksi yang sangat sinergis dengan visi pengembangan bisnis di BSM.
Bagian selanjutnya, lebih mengarah ke aspek kemahasiswaan. Kurikulum BSM Disusun berbasis Internasional di mana Sistem kurikulum di BSM adalah SKS-paket untuk tahun pertama (sama di semua PTN/PTS), lalu selebihnya SKS-Optional. Untuk tahun pertama, semua mata kuliah wajib diikuti oleh mahasiswa BSM 18 SKS Semester 1, 20 SKS semester 2, dengan dosen yang telah ditetapkan. Untuk tahun-tahun berikutnya, mata kuliah tergantung dari pilihan masing-masing mahasiswa dengan adanya ketentuan mengenai mata kuliah wajib dan total SKS Minimal yang wajib di penuhi mahasiswa setiap semester.
Untuk tahun Akademik 2009/2010, BSM akan Memberikan beasiswa kepada 240 calon mahasiswa di seluruh Indonesia dengan lokasi tes seleksi adalah Sumatera, Jawa, Kalimantan, serta Bali, Makasar, dan Mataram. Serta adanya rencana penyeleksian untuk beberapa daerah melalui jalur Prestasi atau Penelusuran Minat Dan Kemampuan (PMDK). So ... untuk semua yang tertarik dengan dunia Ekonomi dan bisnis, akan menjadi suatu pengalaman dan harta yang sangat berharga bisa berada di Bakrie School of Management. Don't miss it!!!!!!!!!!

Kamis, November 27, 2008

Resesi Ekonomi 2008_Gawat???Solusinya???

Artikel Bisnis dan Keuangan, www.niriah.com
Telaah Terhadap Akar Krisis Keuangan Global
“Pengaitan sektor moneter dengan sektor riil sebagai obat untuk mengatasi gejolak krisis Finansial”
Oleh : Agustianto (Dosen Pascasarjana UI dan Trisakti)
Krisis keuangan hebat sedang terjadi di Amerika Serikat, sebuah bencana besar di sektor ekonomi keuangan. Bangkrutnya Lehman Brothers, perusahaan sekuritas berusia 158 tahun milik Yahudi ini menjadi pukulan berat bagi perekonomian AS yang sejak beberapa tahun terakhir mulai goyah. Para analis menilai, bencana pasar keuangan akibat rontoknya perusahaan keuangan dan bank-bank besar di Negeri Paman Sam satu per satu, tinggal menunggu waktu saja.
Bangkrutnya Lehman Brothers langsung mengguncang bursa saham di seluruh dunia. Bursa saham di kawasan Asia seperti di Jepang, Hongkong, China, Asutralia, Singapura, India, Taiwan dan Korea Selatan, mengalami penurunan drastis 7%-10%. Termasuk bursa saham di kawasan Timur Tengah, Rusia, Eropa, Amerika Selatan dan Amerika Utara. Tak terkecuali di AS sendiri, para investor di Bursa Wall Street mengalami kerugian besar, bahkan surat kabar New York Times menyebutnya sebagai kerugian paling buruk sejak peristiwa serangan 11 September 2001.
Indonesia juga terkena dampaknya. Pada tanggal 8 Oktober 2008, kemarin, IHSG tertekan tajam turun 10,38 %, yang membuat pemerintah panik dan terpaksa menghentikan (suspen) kegiatan pasar modal beberapa hari. Demikian pula Nikken di Jepang jatuh lebih dari 9 %. Pokoknya, hampir semua pasar keuangan dunia terimbas krisis financial US tersebut. Karena itu para pengamat menyebut krisis ini sebagai krisis finansial global. Krisis keuangan global yang terjadi belakangan ini, merupakan fenomena yang mengejutkan dunia, tidak saja bagi pemikir ekonomi mikro dan makro, tetapi juga bagi para elite politik dan para pengusaha.
Dalam sejarah ekonomi, ternyata krisis sering terjadi di mana-mana melanda hampir semua negara. Krisis demi krisis ekonomi terus berulang tiada henti, sejak tahun 1923, 1930, 1940, 1970, 1980, 1990, dan 1998 – 2001 bahkan sampai saat ini krisis semakin mengkhawatirkan dengan munculnya krisis finansial di Amerika Serikat . Krisis itu terjadi tidak saja di Amerika latin, Asia, Eropa, tetapi juga melanda Amerika Serikat.
Roy Davies dan Glyn Davies, 1996 dalam buku The History of Money From Ancient time oi Present Day, mengurakan sejarah kronologi secara komprehensif. Menurut mereka, sepanjang abad 20 telah terjadi lebih 20 kali kriss besar yang melanda banyak negara. Fakta ini menunjukkan bahwa secara rata-rata, setiap 5 tahun terjadi krisis keuangan hebat yang mengakibatkan penderitaan bagi ratusan juta umat manusia.
Pada tahun 1907 krisis perbankan Internasional dimulai di New York, setelah beberapa dekade sebelumnya yakni mulai tahun 1860-1921 terjadi peningkatan hebat jumlah bank di Amerika s/d 19 kali lipat. Selanjutnya, tahun 1920 terjadi depresi ekonomi di Jepang. Karena takut mata uang menurun nilainya, gaji dibayar sampai dua kali dalam sehari. Selanjutnya, pada tahun 1927 krisis keuangan kembali melanda Jepang (37 Bank tutup); akibat krisis yang terjadi pada bank-bank Taiwan.
Pada tahun 1945 – 48 Jerman mengalami hyper inflasi akibat perang dunia kedua. Selanjutnya tahun 1945-1955 Krisis Perbankan di Nigeria Akibat pertumbuhan bank yang tidak teregulasi dengan baik pada tahun 1945. Pada saat yang sama, Perancis mengalami hyper inflasi sejak tahun 1944 sampai 1966. Pada tahun (1950-1972) ekonomi dunia terasa lebih stabil sementara, karena pada periode ini tidak terjadi krisis untuk masa tertentu.
Namun ketika tahun 1971 Kesepakatan Breton Woods runtuh (collapsed). Pada hakikatnya perjanjian ini runtuh akibat sistem dengan mekanisme bunganya tak dapat dibendung untuk tetap mempertahankan rezim nilai tukar yang fixed exchange rate.
Pada tahun 1974 Krisis pada Eurodollar Market; akibat west German Bankhaus ID Herstatt gagal mengantisipasi international crisis. Selanjutnya tahun 1978-80 Deep recession di negara-negara industri akibat boikot minyak oleh OPEC, yang kemudian membuat melambung tingginya interest rate negara-negara industri.
Selanjutnya pada tahun 1980 terjadi krisis hutang di Polandia; akibat terpengaruh dampak negatif dari krisis hutang dunia ketiga. Banyak bank di eropa barat yang menarik dananya dari bank di eropa timur.
Pada saat yang hampir bersamaan yakni di tahun 1982 terjadi krisis hutang di Mexico; disebabkan outflow kapital yang massive ke US, kemudian di-treatments dengan hutang dari US, IMF, BIS. Krisis ini juga menarik Argentina, Brazil dan Venezuela untuk masuk dalam lingkaran krisis.
Perkembangan berikutnya, pada tahun 1987 The Great Crash (Stock Exchange), 16 Oct 1987 di pasar modal US & UK. Mengakibatkan otoritas moneter dunia meningkatkan money supply. Selanjutnya pada tahun 1994 terjadi krisis keuangan di Mexico; kembali akibat kebijakan finansial yang tidak tepat.
Pada tahun 1997-2002 krisis keuangan melanda Asia Tenggara; krisis yang dimulai di Thailand, Malaysia kemudian Indonesia, akibat kebijakan hutang yang tidak transparan. Krisis Keuangan di Korea; memiliki sebab yang sama dengan Asteng.
Kemudian, pada tahun 1998 terjadi krisis keuangan di Rusia; dengan jatuhnya nilai Rubel Rusia (akibat spekulasi) Selanjutnya krisis keuangan melanda Brazil di tahun 1998. Pada saat yang hampir bersamaan krisis keuangan melanda Argentina di tahun 1999. Terakhir, pada tahun 2007-hingga saat ini, krisis keuangan melanda Amerika Serikat.
Dari data dan fakta historis tersebut terlihat bahwa dunia tidak pernah sepi dari krisis yang sangat membayakan kehidupan ekonomi umat manusia di muka bumi ini.
Apakah akar persoalan krisis dan resesi yang menimpa berbagai belahan dunia tersebut? Dalam menjawab pertanyaan tersebut, cukup banyak para pengamat dan ekonom yang berkomentar dan memberikan analisis dari berbagai sudut pandang.
Dalam menganalisa penyebab utama timbulnya krisis moneter tersebut, banyak para pakar ekonomi berkonklusi bahwa kerapuhan fundamental ekonomi (fundamental economic fragility) adalah merupakan penyebab utama munculnya krisis ekonomi. Hal ini seperti disebutkan oleh Michael Camdessus (1997), Direktur International Monetary Fund (IMF) dalam kata-kata sambutannya pada Growth-Oriented Adjustment Programmes (kurang lebih) sebagai berikut:
“Ekonomi yang mengalami inflasi yang tidak terkawal, defisit neraca pembayaran yang besar, pembatasan perdagangan yang berkelanjutan, kadar pertukaran mata uang yang tidak seimbang, tingkat bunga yang tidak realistik, beban hutang luar negeri yang membengkak dan pengaliran modal yang berlaku berulang kali, telah menyebabkan kesulitan ekonomi, yang akhirnya akan memerangkapkan ekonomi negara ke dalam krisis ekonomi”.
Sementara itu, menurut pakar ekonomi Islam, penyebab utama krisis adalah kepincangan sektor moneter (keuangan) dan sektor riel yang dalam Islam dikategorikan dengan riba. Sektor keuangan berkembang cepat melepaskan dan meninggalkan jauh sektor riel. Bahkan ekonomi kapitalis, tidak mengaitkan sama sekali antara sektor keuangan dengan sektor riil.
Tercerabutnya sektor moneter dari sektor riel terlihat dengan nyata dalam bisnis transaksi maya (virtual transaction) melalui transaksi derivative. Tegasnya, Transaksi maya sangat dominan ketimbang transaksi riil. Transaksi maya mencapai lebih dari 95 persen dari seluruh transaksi dunia. Sementara transaksi di sektor riel berupa perdagngan barang dan jasa hanya sekitar lima persen saja.
Sebagaimana disebut di atas, perkembangan dan pertumbuhan finansial di dunia saat ini, sangat tak seimbang dengan pertumbuhan sektor riel. Realitas ketidakseimbangan arus moneter dan arus barang/jasa tersebut, mencemaskan dan mengancam ekonomi berbagai negara.
Pakar manajamen tingkat dunia, Peter Drucker, menyebut gejala ketidakseimbangan antara arus moneter dan arus barang/jasa sebagai adanya decopling, yakni fenomena keterputusan antara maraknya arus uang (moneter) dengan arus barang dan jasa. Fenomena ketidakseimbangan itu dipicu oleh maraknya bisnis spekulasi (terutama di dunia pasar modal, pasar valas dan proverti), sehingga potret ekonomi dunia seperti balon saja (bubble economy).
Disebut ekonomi balon, karena secara lahir tampak besar, tetapi ternyata tidak berisi apa-apa kecuali udara. Ketika ditusuk, ternyata ia kosong. Jadi, bublle economy adalah sebuah ekonomi yang besar dalam perhitungan kuantitas moneternya, namun tak diimbangi oleh sektor riel, bahkan sektor riel tersebut amat jauh ketinggalan perkembangannya.
Tak terelakkan lagi, pengaitan sektor moneter dengan sektor riil merupakan obat mujarab untuk mengatasi gejolak kurs mata uang — seperti yang melanda Indonesia sejak akhir 1997 sampai saat ini. “Perekonomian yang mengaitkan sektor moneter langsung dengan sektor riil akan membuat kurs mata uang stabil.” Inilah yang dijalankan bank-bank Islam dewasa ini, di mana setiap pembiayaan harus ada underline ttansactionnya.
Dikutip dari www.niriah.com (dengan sedikit perubahan)
Komentar Sadam :
· Krisis Keuangan Global
Dunia keuangan global kembali terguncang menyusul pailitnya salah satu lembaga keuangan terbesar, Lehman Brothers. Guncangan ini akan menjadi batu ujian pada kekuatan perekonomian nasional ke depan.
Dalam hal ini, ketahanan perekonomian nasional akan sangat tergantung pada kekuatan sistem keuangan domestic (Kekuatan fundamental perusahaan domestik). Bila sistem keuangan nasional bisa bertahan, sangat mungkin krisis keuangan gobal kali ini tidak akan berdampak terlalu serius. Satu hal yang telah terbukti pada 2007, guncangan awal krisis keuangan global hanya mengakibatkan sekadar riak berupa pelemahan indeks dan nilai rupiah selama beberapa minggu, kemudian mengalami rebound.
Namun, krisis global lanjutan kali ini perlu mendapatkan perhatian lebih serius dari pengambil kebijakan. Beberapa indikator domestik menunjukkan bahwa akan terdapat dampak lebih pada perekonomian nasional. Yang terlihat dari tekanan luar bisa kini tengah terjadi di pasar uang domestik, baik saham maupun obligasi.
Perhatian terutama lebih terfokus pada perusahaan-perusahaan domestik yang terafiliasi dalam bentuk Korporasi dan Konglomerasi. Karena tidak terbantahkan lagi, bentuk organisasi bisnis seperti inilah yang paling banyak memberikan pengaruh kepada sistem keuangan Negara.
Perusahaan domestik yang ada telah lama menjadi lahan investasi jangka panjang dari berbagai lembaga keuangan besar di dunia terutama dari Amerika Serikat. Sehingga efek domino krisis yang mendera negara-negara di Asia sebelum Indonesia akan sangat sulit dihindari. “Jika Cina, Jepang, lalu Thailand, kemudian Malaysia mengalami krisis, kita tak akan dapat menghindar lagi.” Ujar salah seorang praktisi ekonomi dari lingkup pemerintah.
· Efek Domino Internal dari Krisis Keuangan Global
Adanya bentuk konglomerasi atau afiliasi dalam skala besar atas perusahaan (korporasi) dan organisasi bisnis yang ada akan menyebabkan adanya Efek Domino Internal dalam lingkup ekonomi makro. Krisis keuangan yang dialami sejumlah perusahaan kecil akan terinduksi kepada perusahaan besar yang menjadi induk keuangan tempat ia berafiliasi. Bahkan lebih parah lagi, dengan adanya sistem pengikatan internal (Interlocking Directorates), bisa memicu krisis finansial secara interhorizontal, artinya korporasi lain di luar suatu perusahaan namun masih satu induk, bisa ikut terimbas krisis. Sungguh fenomena yang menggambarkan ironi.
Bakrie Group bisa menjadi contoh aktual yang dapat memperjelas fenomena tersebut. Anjloknya saham BUMI dalam perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), memicu jatuhnya asset Bakrie Group yang sebelumnya sempat menjadi Konglomerat alias Afiliasi dengan nilai asset terbesar di Indonesia. Bahkan efeknya juga sempat mengimbas pada jatuhnya beberapa nilai saham Bakrie Group lainnya seperti BTEL contohnya.
· Perbandingan Krisis Keuangan di Indonesia dan Amerika Serikat
Krisis global akan berdampak pada perekonomian seluruh negara di dunia. Bahkan Amerika Serikat yang menjadi episentrum krisis itu pun terkena imbasnya. Pertumbuhan ekonominya akan mengalami penurunan bahkan bisa lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia.
Belum lama ini, (Suara Pembaruan, 20/10/08) IMF memprediksikan pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 3,9 persen pada 2008, lebih lambat dari proyeksi sebesar 4,1 persen yang dibuat pada bulan Juli lalu. Demikian pula pada 2009, IMF memprediksikan pertumbuhan dunia sebesar 3,0 persen, jauh di bawah angka angka proyeksi sebesar 3,9 persen sebelumnya.
Sebagai akibat dari krisis, pertumbuhan ekonomi Negara-negara di dunia akan mengalami penurunan. Perekonomian Indonesia misalnya, oleh Bank Dunia diprediksikan tumbuh sebesar 6,1% pada 2008, akan melemah ke angka 5,5% pada 2009. Satu angka yang tidak jauh berbeda dengan target resmi pemerintah sebesar 5,5-6.0%.
Sebagai pembanding, Perekonomian AS sendiri diperkirakan akan mengalami pertumbuhan negatif pada kuartal terakhir 2008. Sementara angka pertumbuhannya pada 2009 diperkirakan hanya 0.1 persen.

Selasa, November 18, 2008

Makalah_Komunikasi Bisnis

Business Communication
"Communicating Across Culture_Komunikasi Antar Budaya"
Oleh : Muh. Sadam
Mahasiswa S1 Akuntansi 2008
Bakrie School of Management, Jakarta Selatan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi adalah hal yang sangat penting, terlebih dalam membangun suatu jaringan atau relasi, apalagi dalam dunia bisnis. Benar-benar faktor yang sangat krusial dan memiliki peranan yang sangat penting. Komunikasi menjadi media atau jembatan dalam membangun interaksi yang sinergis dan kontinu yang diharapkan akan membantu kelancaran misi dalam mencapai visi atau tujuan yang dicita-citakan. Salah satu bentuk komunikasi yang sangat penting dan memang menjadi tuntutan Globalisasi adalah Komunikasi Antar Budaya.
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi juga turut membuat semaraknya Komunikasi Antar Budaya. Di samping itu juga, semakin terbukanya kesempatan masuknya kegiatan bisnis dari satu negara ke negara lain, menjadikan Komunikasi Bisnis Antar Budaya sebagai suatu pokok bahasan yang menarik.
Di samping itu juga, mengingat Komunikasi Bisnis Antar Budaya ini berhubungan dengan negara lain yang memiliki budaya, bahasa, adat istiadat, nilai-nilai, kepercayaan yang berbeda-beda, maka sangat perlu diadakan suatu telaah dan analisis mengenai hambatan atau kendala apa yang muncul dalam Komunikasi Antar Budaya tersebut.
Berangkat dari fenomena sederhana itu, penulis mencoba untuk menelaah kasus-kasus sederhana seputar Hambatan dalam Komunikasi Antar Budaya, berdasarkan beberapa kasus yang sudah ada dan akan dipaparkan pada bagian selanjutnya.
1.2 Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan hasi analisis penulis atas beberapa studi kasus sederhana yang diberikan, dengan tujuan antara lain:
· Agar pendapat serta analisis penulis seputar studi kasus mengenai Komunikasi Antar Budaya, dapat tersalurkan ke hadapan publik · Agar kita sama-sama memahami pentingnya Komunikasi Antar Budaya sebagai bagian dari aktivitas Internasional yang sangat penting · Sebagai bahan perbandingan bagi penulis atas studi kasus yang dibahas dengan pendapat pihak lain · Memberi paparan kepada para pembaca mengenai Komunikasi Antar Budaya serta hal-hal lain yang berhubungan dengannya · Sebagai bahan referensi dalam mempelajari masalah-masalah seputar Komunikasi Antar Budaya
1.3 Rumusan Masalah
Ada banyak masalah yang dapat dibahas jika kita berbicara mengenai Komunikasi Antar Budaya. Karena pokok bahasan tersebut, adalah materi yang sangat esensial dan krusial serta sangat kompleks, terlebih lagi ruang lingkupnya tidak hanya berada dalam skala lokal, namun ruang lingkupnya sangat luas bahkan tidak terbatas. Namun demikian, dalam makalah ini akan dibahas masalah yang sedikit lebih spesifik.
Adapun masalah yang akan penulis analisa dalam makalah ini, adalah berupa empat buah studi kasus sederhana mengenai kesalahan-kesalahan dalam Komunikasi Antar Budaya. Dalam makalah ini penulis menganalisa perbedaan budaya apa, yang mungkin menyebabkan terjadinya Miskomunikasi dari kasus-kasus berikut:
1. Allan adalah seorang warga Amerika Serikat yang bekerja sebagai perwakilan bagian Marketing dari perusahaan tempat ia bekerja, di Meksiko. Suatu hari, ia membuat suatu perjanjian bisnis dengan seorang warga Meksiko.
Ia berusaha tepat waktu ketika menemui rekan bisnisnya itu. Namun sayangnya, rekan bisnisnya itu datang terlambat sekali. Untuk menghemat waktu, Allan langsung mengajak rekannya itu membahas masalah bisnis mereka, namun yang terjadi justru rekannya itu, membicarakan mengenai keluarganya kepada Allan sambil mengajak Allan melihat-lihat pemandangan sekitar kantornya.
Pembicaraan mereka juga menjadi sangat terganggu tidak hanya karena sang mitra terus menerima telepon dari luar, ia juga sering mengajak orang lain berbicara yang tidak perlu, bahkan anaknya datang dan mengganggu pertemuan mereka. Respon awal Allan sangat negatif. Ia bahkan gagal melakukan penjualan dengan mitranya tersebut. Ia berpikir, mungkin Meksiko bukan tempat yang cocok untuk menjual produk perusahaannya.
2.Untuk membantu perusahaannya berdiri di Jepang, Susan ingin menyewa seorang Translator lokal, yang bisa menasihatinya mengenai bea cukai dalam bidang bisnis di Jepang. Kana Tomari terlihat bagus menurut Susan, yang telah membaca surat Lamaran kerja darinya.
Namun ketika Susan mencoba untuk menggali pengalaman si pelamar, Kana hanya bisa mengatakan “Aku akan melakukan yang terbaik. Aku akan berusaha sangat keras.” Namun Kana tidak pernah menjelaskan detail pengalaman kerjanya kepada Susan. Susan mulai khawatir, kalau-kalau apa yang Kana tulis dalam surat lamarannya hanyalah kebohongan belaka.
3.Stan ingin melakukan suatu negosiasi bisnis dengan seorang pengusaha asal Cina, Mr. Tung-sen lee untuk membuat sebuah perusahaan gabungan. Lalu Stan menanyakan kepada Mr. Lee apakah orang Cina punya cukup pendapatan untuk bisa membeli produknya atau tidak. Lalu Mr. Lee diam sejenak lalu kemudian berkata, “Produk yang anda tawarkan bagus. Saya yakin orang-orang barat akan suka dengan produk anda.” Stan tersenyum karena mengira Mr. Lee sangat tertarik dengan produk yang ia tawarkan, sehingga ia langsung saja memberi kontrak kepada Mr. Lee untuk ditandatangani. Beberapa minggu kemudian, Stan yang masih mengharap respon dari Mr. Lee, justru tidak mendengar apa pun atau menerima berita apa pun dari Mr. Lee. Stan menjadi khawatir dan pesimis, serta menganggap Cina bukan tempat yang efisien untuk menjalankan bisnisnya.
4.Elizabeth sangat bangga dengan gaya kepemimpinannya sebagai seorang manajer. Suatu hari ia mendapat tugas kerja ke India. Di India, ia sangat hati-hati untuk tidak banyak memberi perintah dan tidak terlalu tegas, tetapi ia lebih banyak meminta saran kepada rekan kerja serta bawahannya.
Tapi orang-orang sangat jarang memberikan saran kepadanya. Akibatnya ia mencoba kembali lebih tegas lagi. Namun akibatnya, ia justru semakin tidak dihormati oleh orang-orang di sekitarnya. Dengan penuh rasa kecewa ia berpikir, mungkin orang India belum siap untuk dipimpin oleh seorang wanita.
BAB II
ANALISA MATERI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Definisi Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi Antar Budaya adalah suatu proses mengirimkan dan menerima pesan-pesan antar orang-orang yang latar belakang budayanya dapat mengantar mereka mengartikan tanda-tanda verbal dan nonverbal dengan cara yang berbeda.
Untuk topik ini, kita juga perlu lebih memahami definisi budaya itu sendiri. Budaya bisa memiliki banyak definisi, tergantung dari sudut pandang mana kita mendefinsikannya.
·Menurut Hofstede, budaya dapat diartikan sebagai pemrograman kolektif atas pikiran yang membedakan anggota-anggota suatu kategori orang dari kategori orang lainnya. Dalam hal ini yang menjadi kata kunci budaya adalah Pemrograman Kolektif, yang menggambarkan suatu proses yang mengikat setiap orang, segera setelah kita dilahirkan ke dunia ini. Sebagai contoh, di Jepang ketika seorang bayi baru lahir, tahun-tahun awal kelahirannya si bayi tidur di kamar orang tuanya sendiri. Sedangkan di Amerika dan Inggris, bayi yang baru lahir di tempatkan di kamar yang berbeda beberapa minggu atau bulan kemudian.
·Sementara itu, menurut Bovee dan Thil, budaya adalah System Sharing atas simbol-simbol, kepercayaan, sikap, nilai-nilai, harapan dan norma-norma untuk berperilaku. Dalam hal ini semua anggota dalam budaya memiliki asumsi-asumsi yang serupa tentang bagaimana seseorang berpikir, berperilaku, dan berkomunikasi, cenderung untuk melakukannya berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Beberapa budaya ada yang dibentuk dari kelompok-kelompok berbeda, namun ada juga yang cenderung homogen. Kelompok berbeda (Distinct Group) yang berbeda dalam wilayah budaya mayoritas lebih cepat dikatakan sebagai sub-budaya (Subcultures). Indonesia adalah contoh negara yang memiliki sub-budaya yang sangat beragam, baik etnis maupun agama. Hal ini berbeda dengan Jepang yang hanya memiliki beberapa sub-budaya dan cenderung bersifat homogen.
2.1.2 Konsep-konsep Perbedaan Budaya
Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang akan selalu berhubungan dengan orang lain yang memiliki latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda. Di samping itu ada juga perbedaan dalam hal suku, agama, etnis, pendidikan, status, pekerjaan, dan jenis kelamin. Perbedaan latar belakang budaya, akan sangat mempengaruhi proses mengirim, menerima, dan menafsirkan pesan-pesan kepada orang lain.
Jika pemahaman kita seputar budaya sangat kurang, maka bukan tidak mungkin kita akan terjebak di dalam labirin kesalahpahaman dalam berkomunikasi, terlebih dalam dunia bisnis yang sangat sinergis dengan globalisasi. Keduanya menuntut kita untuk paham dengan budaya orang lain, demi terciptanya keharmonisan dan kesinergisan dalam berinteraksi dengan orang lain. Beberapa konsep perbedaan budaya dapat dilihat dari:
Ø Konsep Peran Budaya menuntun peran yang akan dimainkan seseorang, termasuk dengan siapa mereka berkomunikasi, apa yang dikomunikasikan, dan dengan cara bagaimana mereka berkomunikasi. Sebagai contoh, di banyak negara, khususnya negara-negara yang sedang berkembang, peran wanita dalam dunia bisnis maupun pemerintahan masih relatif lemah. Sementara itu di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa, peran wanita sudah sangat kuat. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika wanita-wanita di negara-negara maju tersebut, menduduki posisi yang sangat penting.
Ø Konsep Waktu Konsep waktu juga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perbedaan budaya. Dalam pembahasannya, secara umum, ada dua konsep budaya waktu yang dimiliki masyarakat Internasional, yaitu:
·Budaya Waktu Monochronic, yakni budaya yang menganggap waktu itu seperti suatu garis linear. Waktu itu sangat terbatas, dan tak dapat terulang kembali. Orang yang menganut budaya ini memandang waktu sebagai sesuatu yang sangat berharga, sehingga mereka benar-benar memanfaatkan waktu yang mereka miliki seefisien mungkin. Negara-negara yang menganut budaya Monochronic cenderung berada di wilayah dingin di bagian utara,misalnya Amerika Serikat, Negara-negara Eropa Utara, Rusia, dan terkhusus di wilayah Asia adalah Jepang.
·Budaya Waktu Polichronic, yakni budaya yang memandang waktu sebagai sesuatu yang luwes. Mereka menganggap waktu seperti sebuah spiral yang terus berputar. Jika hari ini ada siang, maka mereka cenderung lebih suka menyelesaikan pekerjaan siang ini, di siang esoknya. Negara-negara yang menganut budaya Polichronic umunya berada di daerah-daerah tropis, misalnya, negara-negara Amerika Latin (Meksiko, Brasil, dll), negara-negara Asia selain Jepang, termasuk Indonesia.
Dunia bisnis, merupakan bidang yang sangat membutuhkan efisiensi waktu yang sangat maksimal. Oleh karena itu, penulis menyisipkan beberapa tips seputar konsep waktu dalam dunia bisnis, yang harus diperhatikan oleh seorang pelaku bisnis.
· Bagaimana mengekspresikan waktu?
· Bagaimana jam kerja yang dapat diterima secara umum?
· Bagaimana pelaku bisnis memandang janji yang terjadwal?
Ø Budaya Konteks (Cultures Context) Konsep yang tidak kalah penting dari Komunikasi Antar Budaya adalah, Budaya Konteks. Hall (1976:91) menggambarkan dua jenis budaya konteks yaitu:
· Budaya Konteks Tinggi (High Context Culture)
· Budaya Konteks Rendah (Low Context Culture)
Komunikasi atau pesan Konteks Tinggi (KT) adalah suatu komunikasi di mana sebagian besar informasinya dalam konteks fisik atau ditanamkan dalam seseorang, sedangkan sangat sedikit informasi dalam bagian-bagian pesan yang “di­atur, eksplisit, dan disampai­kan”. Teman yang sudah lama saling kenal sering menggunakan KT atau pesan-pe­san implisit yang hampir tidak mungkin untuk dimengerti oleh orang luar. Situasi, se­nyuman, atau lirikan memberikan arti implisit yang tidak perlu diucapkan.
Dalam situa­si atau budaya KT, informasi merupakan gabungan dari lingkungan, konteks, situasi, dan dari petunjuk nonverbal yang memberikan arti pada pesan itu yang tidak bisa dida­patkan dalam ucapan verbal eksplisit.
Pesan Konteks Rendah (KR) hanyalah merupakan kebalikan dari pesan KT, sebagian besar informasi disampaikan dalam bentuk kode eksplisit. Pesan-pesan KR harus diatur, dikomunikasikan dengan jelas, dan sangat spesifik. Tidak seperti hubungan pribadi, yang relatif termasuk sistem pesan KT, institusi seperti pengadilan dan sistem formal seperti matematika atau bahasa komputer me­nun­tut sistem KR yang eksplisit karena tidak ada yang bisa diterima begitu saja.
Budaya konteks yang ditemukan di Timur (Termasuk Indonesia), Cina, Jepang, dan Korea merupa­kan budaya-bu­daya berkonteks sangat tinggi. Bahasa merupakan sebagian dari sistem komunikasi yang paling eks­plisit, namun bahasa Cina merupakan sistem konteks tinggi yang implisit. Orang-orang dari Amerika sering mengeluh bahwa orang Jepang tidak pernah bicara langsung ke pokok permasalahan, mereka gagal dalam memahami bah­wa budaya KT harus memberikan konteks dan latar dan membiarkan po­kok masalah itu berkembang (Hall, Edward T, 1984).
Adapun budaya konteks rendah dimiliki oleh negara-negara maju di kawasan Amerika Utara, dan negara-negara Eropa. Orang-orang di negara-negara ini cenderung mengatakan sesuatu secara langsung (To The Point) tanpa harus membuat suatu kode implisit dalam bentuk basa-basi. Sesuatu yang cukup bisa dianggap sebagai hal yang positif.
2.1.3 Tantangan dalam Komunikasi Antar Budaya
Keanekaragaman budaya mempengaruhi cara pesan-pesan disusun, direncanakan, dikirim, diterima, dan dipresentasikan. Semakin meningkat keanekaragaman budaya saat ini, menimbulkan rentang yang luas mengenai keterampilan, tradisi, latar belakang, pengalaman, wawasan, dan sikap. Semua itu dapat mempengaruhi perilaku setiap orang dalam merespon perilaku orang lain.
Sangat banyak hambatan dan tantangan yang akan muncul dalam melakukan komunikasi Antar budaya. Kita bisa berangkat dari pemahaman mengenai sensitivitas antar budaya, etnosentrisme dan stereotip.
·Sensitivitas budaya yang dimaksud di sini adalah, tingkat kepekaan yang kita miliki dalam memahami suatu budaya terutama budaya yang baru kita temui apa lagi budaya tersebut memiliki nilai-nilai filosofis yang bertentangan dengan budaya yang kita miliki.
·Etnosentrisme adalah suatu kecenderungan untuk menilai semua kelompok lain menurut standar, perilaku, dan kebiasaan kelompoknya sendiri. Sikap yang jauh kebih ekstrem lagi adalah, Xenophobia, yaitu suatu ketakutan pada orang yang tak dikenal, dan kepada orang-orang luar negeri. Sangat jelaslah, orang-orang dengan pandangan seperti ini, tidak akan menginterpretasikan pesan-pesan dari budaya-budaya lain dengan benar ataupun mereka kemungkinan tidak akan mengirimkan pesan-pesan dengan sukses.
·Stereotip, yaitu suatu cara pandang budaya yang terdistorsi, di mana seseorang cenderung untuk memberikan atribut-atribut budaya kepada seorang individu atas dasar keanggotaan individu tersebut dalam suatu kelompok tertentu tanpa mempertimbangkan karakter unik individu tersebut. Jika Etnosentrisme dan Xenophobia mewakili pandangan negatif tentang semua orang dalam suatu kelompok, maka stereotip lebih berkenaan dengan hal terlalu menyederhanakan dan kegagalan untuk mengakui individualitas.
Semua sikap-sikap di atas, adalah bagian fakta dari banyaknya hambatan serta tantangan yang dialami dalam melakukan komunikasi antar budaya. Namun kita juga bisa memberikan angin segar atas permasalahan itu dengan jalan mencari solusi yang tepat untuk menghindari atau mengatasinya.
Salah satu cara pandang yang lebih positif adalah Pluralisme Budaya, yakni suatu praktik yang menerima budaya sebagaimana adanya. Ketika kita menyeberangi batas-batas budaya, maka tentu akan menjadi lebih efektif jika kita bergerak lebih jauh dari hanya sekadar menerima dan menyesuaikan gaya komunikasi kita dengan budaya baru yang kita hadapi.
2.2 Teknik Pemecahan Masalah
2.2.1 Analisa Kasus No. 1
Dari permasalahan yang sudah disebutkan pada bagian pendahuluan makalah ini, kasus No. 1 nampaknya adalah kasus miskomunikasi yang lebih disebabkan oleh perbedaan konsep budaya waktu.
·Allan merupakan warga Amerikia Serikat yang menganut budaya waktu Monochronic (Lihat landasan teori), dimana ia adalah tipe orang yang sangat menghargai waktu.
·Sedangkan rekan kerjanya yang merupakan warga Meksiko, adalah tipe orang yang berbudaya waktu Polichronic, dimana ia tidak terlalu efisien dalam memanfaatkan waktu yang ada. Disinilah pangkal ketidaksinergisan komunikasi atau miskomunikasi yang terjadi antara Allan dan rekan kerjanya.
Secara konseptual, kesalahan atau ketidaksinergisan seperti ini sangat wajar, mengingat peran keduanya yang sama-sama baru dalam ruang lingkup kasus tersebut. Allan yang mendapat peran sebagai tamu di Meksiko, seharusnya berusaha untuk lebih memahami budaya rekannya yang dalam kasus di atas, kebetulan berperan sebagai tuan rumah.
Berdasarkan konsep di atas, kita juga dapat mengatakan kalau miskomunikasi dari kasus di atas, juga disebabkan oleh kurangnya persiapan (Back Stage) dari masing-masing pihak dalam memainkan perannya. Sebelum memulai bisnis dengan rekan kerjanya, seharusnya Allan terlebih dahulu sudah harus punya pemahaman tentang latar belakang budaya rekan kerjanya itu. Dengan mengetahui, latar belakang budaya rekan kerjanya itu, ia bisa lebih antisipatif kalau-kalau hal seperti dalam kasus tersebut terjadi.
Demikian pula si rekan kerja itu. Memang ia adalah tipe orang yang polichronic, dan hal tersebut, akan sangat sulit untuk dirubah, mengingat hal itu sudah menjadi karakter budaya kesehariannya sebagai orang Meksiko yang cenderung memberi kesan Implisit kepada lawan bicaranya.
Namun dengan alasan itu, bukan berarti ia harus melenyapkan semua sisi profesionalitas serta komitmennya, yang dalam hal ini berkaitan dengan janji bisnisnya dengan Allan.
Intinya, selain karena perbedaan pemahaman atas konsep waktu, kurangnya persiapan, perbedaan budaya konteks (konteks rendah yang bertemu dengan konteks tinggi), serta kurangnya kesepahaman komitmen dan profesionalitas keduanya, memicu ketidaksinergisan atau miskomunikasi kasus di atas.
2.2.2 Analisa Kasus No. 2
Kasus No.2 adalah kasus yang sekilas nampaknya tidak begitu menunjukkan kasus miskomunikasi, namun jika di telaah lebih dalam, maka akan Nampak kasus yang sebenarnya terjadi. Kasus yang kedua ini, lebih merujuk kepada konsep budaya konteks (Culture Context). Pada kasus yang pertama tadi, pengaruh budaya konteks sepertinya kurang mengena, walaupun tetap saja memberi pengaruh yang cukup besar pada kasus tersebut. Beda dengan kasus kedua ini. Kasus ini lebih disebabkan oleh budaya konteks yang terlalu menonjol.
·Kana Tomari yang merupakan warga negara Jepang, adalah orang dengan tipe budaya Konteks Tinggi (High Context). Di mana, ia cenderung untuk mengatakan sesuatu secara tidak langsung, tetapi melalui suatu pengantar yang disebut basa-basi. Ia cenderung berkomunikasi lewat media komunikasi, baik verbal maupun nonverbal namun sifatnya eksplisit. Artinya, orang akan sangat sulit mencerna kata-kata yang ia maksudkan dalam ucapannya. Orang bisa, menafsirkan bermacam-macam atas apa yang ia katakana, bahkan orang bisa menjadi salah mengartikan atas apa yang ia maksudkan dalam ucapannya.
·Sebagai contoh pada kasus di atas. Ketika Susan menuntut, pengalaman real dari Kana atas kinerjanya sebagai translator, Kana justru memberikan jawaban lisan yang sangat menggantung bagi Susan. Jawaban dnengan konteks tinggi. Tidak langsung pada jawaban yang sbenarnya.
·Akibatnya, Susan pun menjadi salah pengertian dalam menanggapi maksud kata-kata Kana yang seakan-akan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Susan. Bahkan Susan jadi beranggapan bahwa apa yang ditulis oleh Kana dalam Surat lamaran kerjanya adalah kepalsuan. Sungguh ironis memang.
Di samping itu juga, seperti pada kasus No.1 di atas, kasus kedua ini, juga dapat disebabkan oleh kurang maksimalnya Back Stage masing-masing pihak sebelum saling berinteraksi satu sama lain. Miskomunikasi di atas, masih dapat dihindari seandainya, masing-masing pihak saling mengerti akan latar belakang budaya mereka.
·Seandainya Susan paham dengan budaya konteks tinggi yang dimiliki Kana, tentu ia tidak akan langsung mencerna apa yang dikatakan oleh Kana. Ia akan menganalisa terlebih dahulu, maksud dari kata-kata Kana. Sehingga ia tidak langsung men-Judge bahwa apa yang ditulis oleh Kana adalah sebuah kepalsuan.
·Sebaliknya, Kana yang jika paham dengan Susan yang tidak berbudaya konteks tinggi, akan mengurangi kata-katanya yang memang sangat implisit dan bisa menimbulkan banyak penafsiran. Dengan memahaminya pula, ia bisa langsung menggunakan kata-kata yang lugas dan jelas, sehingga tidak akan membuat Susan salah dalam mengartikan kata-katanya.
2.2.3 Analisa Kasus No. 3
Kasus ini cenderung lebih menunjukkan miskomunikasi yang sesungguhnya. Kata-kata yang secara polos keluar dari mulut Mr. Lee, langsung diartikan apa adanya oleh Stan. Benar-benar respon yang tidak antisipatif. Hal ini secara umum disebabkan oleh perbedaan budaya keduanya. Namun kita bisa menelaah penyebab lain yang lebih spesifik.
·Secara umum, Mr. Lee yang merupakan warga negara Cina, tentu menganut budaya konteks tinggi dalam komunikasinya. Sehingga ia akan cenderung untuk megatakan sesuatu tidak secara langsung. Sulit untuk berkata “Tidak”. Oleh karena itu, akan ada kemungkinan yang besar, Stan tidak akan memahami secara langsung dan tepat apa yang dimaksud dalam kata-kata Mr. Lee.
·Sedangkan Stan seharusnya lebih Prepare dalam memahami budaya Mr. Lee yang merupakan budaya konteks tinggi, sehingga ia tidak langsung saja mengartikan apa yang dikatakan oleh Mr. Lee. Ia juga harusnya memahami bahwa budaya High Context adalah budaya yang harus memberikan konteks dan latar sehingga pokok masalah jangan dibiarkan berkembang lagi. Artinya, jika Stan paham akan budaya Konteks tinggi yang dimiliki Mr. Lee, ia tidak akan langsung menganggap negatif tindakan yang dilakukan oleh Mr. Lee.
2.2.4 Analisa Kasus No. 4
Kasus No.4 ini, sangat jelas berada dalam paparan konsep perbedaan peran yang berorientasi pada gender. Seperti yang penulis paparkan dalam kajian teori sebelumnya, bahwa salah satu pemicu miskomunikasi adalah perbedaan budaya dalam konsep Peran.
Miskomunikasi dalam kasus ini, lebih disebabkan oleh konsep budaya di India yang memang belum mengakui kepemimpinan seorang wanita. Seperti yang sudah diungkap sebelumnya, bahwa di beberapa negara, utamanya negara-negara yang sedang berkembang, peran perempuan dalam pemerintahan atau pun dalam pengambilan keputusan sangatlah lemah dan minim. Dan budaya seperti inilah yang tengah dihadapi Elizabeth di India.
·Elizabeth seharusnya lebih memahami perbedaan budaya peran yang dimiliki masyarakat India, dengan kata lain ini berorientasi pada kurangnya persiapan (Back Stage) dari dia sendiri yang akan menghadapi suatu komunitas baru, yang tentu memiliki komponen budaya yang belum tentu sama dengan yang dipahaminya selama ini.
·Di samping itu, masyarakat India baik yang terlibat langsung dalam komunikasi dengan Elizabeth atau pun yang secara tidak langsung berinteraksi dengannya, seharusnya lebih fleksibel menghadapi perubahan yang mereka alami (Front Stage). Mereka tidak harus secara spontanitas menjadi tidak respect terhadap Elizabeth yang menjadi pimpinan mereka.
·Ada satu hal yang mungkin sedikit radikal dan sangat sulit untuk dirubah dalam kasus ini, yaitu basis agama masyarakat India yang mayoritas Hindu. Di mana dalam ajaran Hindu ada ajaran yang men-doktrin bahwa seorang wanita tidak cocok untuk menduduki jabatan sebagai pemimpin. Mirip-mirip dalam konsepsi Islam, namun dalam kasus ini, penulis lebih merujuk pada konsepsi Hindu, dengan asumsi mayoritas penduduk India adalah beragama Hindu.
Demikianlah sekilas analisis mengenai empat kasus sederhana dalam masalah Komunikasi Antar Budaya. Secara umum, pembaca tentu dapat melihat, bahwa yang menyebabkan adanya ketidak-sinergisan dalam komunikasi antar budaya, secara umum lebih disebabkan oleh perbedaan basis kultural masing-masing pihak yang terlibat dalam proses komunikasi itu sendiri. oleh karena itu, sedapat mungkin, kita harus bisa, minimal mulai belajar untuk bisa saling memahami budaya antara orang yang satu dengan yang lain, sehingga miskomunikasi semakin dapat kita hindari.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan Umum (Komunikasi Antar Budaya)
Berdasarkan semua pembahasan pada bagian sebelumnya, kita bisa memberi kesimpulan secara umum, mengenai Komunikasi Antar Budaya, yaitu:
·Komunikasi Antar Budaya adalah suatu proses mengirimkan dan menerima pesan-pesan antar orang-orang yang latar belakang budayanya berbeda, sehingga membuka peluang mereka untuk salah dalam mengartikan ungkapan verbal ataupun nonverbal yang diucapkan satu sama lain.
·Ada banyak hal yang bisa menjadi jembatan penyebab terjadinya miskomunikasi dalam proses komunikasi antar budaya, diantaranya, perbedaan konsep peran dan status, perbedaan Budaya konteks (Cultures Context), perbedaan konsep waktu, serta perbedaan gender.
·Ada banyak tantangan dan hambatan yang dapat kita temui dalam Komunikasi Antar Budaya, yakni kecenderungan untuk mengikuti pola pikir negatif sperti Etnosentrisme, Xenophobia, dan Stereotip. Namun kita bisa mengatasinya dengan lebih mengembangkan sikap Pruralisme Budaya.
3.2 Kesimpulan Khusus (Analisis Empat Kasus Sederhana)
Pada bagian ini, kita akan menyimpulkan secara khusus, dengan fokus kepada permasalahan yang diberikan yaitu:
·Miskomunikasi yang terjadi pada kasus No.1, disebabkan oleh beberapa hal antara lain, perbedaan konsep Budaya Waktu antara Allan yang berbudaya Monochronic dan rekan kerjanya yang Polichronic. Selain itu, kurangnya pemahaman tentang latar belakang budaya masing-masing pihak juga menjebak mereka dalam miskomunikasi tersebut.
·Kasus yang kedua, secara umum tidak jauh berbeda dengan penyebab kasus yang pertama. Namun kasus yang kedua ini juga dikarenakan kurangnya persiapan (Back Stage) dari masing-masing pihak untuk terlebih dahulu memahami budaya masing-masing, sehingga tidak muncul sikap cepat menilai atas budaya orang lain apa lagi sampai mengarah kepada sikap stereotip.
·Untuk kasus yang ketiga, sangat jelas bahwa Perbedaan Budaya Konteks (Cultures Context) telah menjadi pemicu utama ketidak-sinergisan komunikasi antara Stan dan Mr. Lee. Selain itu, juga tetap disebabkan oleh kurangnya pemahaman budaya masing-masing.
·Kasus yang terakhir secara umum juga sama dengan kasus-kasus sebelumnya, yakni miskomunikasi yang terjadi disebabkan oleh perbedaan dan kurangnya pemahaman atas budaya masing-masing. Namun secara spesifik, kasus terakhir ini, lebih disebabkan oleh perbedaan Konsep Peran dan Perbedaan Gender.
DAFTAR PUSTAKA
Guffey, Mary Ellen, dkk. 2005. Business Communication : Process and Product, 4th edn. Thomson Nelson, New York.
Locker, K.O and Kazcmarek, S. K. 2007. Basic Business Communication, 10th edn. McGraw-Hill, New York.
Bovee, Courtland L and Thill, John V.2008. Business Communication Today, 9th edn.Pearson Education, United States ofAmerica.
Purwanto, Djoko. 2002. Komunikasi Bisnis, edisi ke-2: Jakarta. PT. Erlangga.
WWW.Google.com ”Komunikasi Antar Budaya”: delianur-hasba.blogspot.com/2007/08/komunikasi-antar-budaya-2_2909.html

Kamis, November 06, 2008

HARI PAHLAWAN_BANGKITLAH INDONESIA

10 November 1945 ... Arek-arek Suroboyo
Tegang 220 V
Nasionalisme atau hanya sebatas Hegemoni Hari Pahlawan ???
Tak terasa, 10 November kini kembali menggema di Bumi Nusantara untuk yang ke-63 kalinya. Walau masih pagi buta, bahkan sudah terdengar suara Lagu-lagu perjuangan dari mulut Radio milik pemerintah. Bangsa ini mempunyai filosofi kepahlawanan yang agung dan luhur. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya." Itulah semboyan yang sejak kita duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), sudah terdoktrin dengan baik. Suatu pemahaman yang baik sebenarnya. Namun sayangnya, hanya sebatas retorika belaka. Hanya bisa berteori, kata guru saya. Hanyalah Hegemoni yang sudah mendarah daging.
Saya teringat dengan kisah pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Pertempuran sengit antara Arek-arek Suroboyo melawan tentara sekutu NICA, yang dengan sengaja secara biadab mengibarkan bendera Merah-Putih+Biru di atas Puncak Hotel Yamato. Terang saja Arek-arek Suroboyo yang ganas dengan darah muda mereka, menjadi garang. Tokoh sentral dalam kisah itu pun naik ke puncak. Merobek warna biru yang seolah adalah najis yang mengotori Merah-Putih. Sutomo atau Bung Tomo, atau apalah julukannya, yang pasti ia adalah salah satu potret semangat anak muda Indonesia yang semestinya masih bisa tersalurkan hingga ke generasi yang saat ini, bahkan generasi-generasi emas selanjutnya.
Namun bagaimana dengan kondisi faktual yang terjadi di Bumi Nusantara? Semuanya hanya akan menunjukkan suasana hegemoni yang teramat tinggi dalam pemaknaan Hari Pahlawan. Semua hanya akan teringat bahwa "Ya! Hari ini adalah Hari Pahlawan." Pasukan pun akan segera membentuk barisan yang rapi. Seolah akan menghadapi perang besar. Upacara bendera akan segera dilaksanakan. Sang saka merah-putih pun berkibar, menari di puncak tertinggi tanpa harus takut untuk terjatuh dan tak akan khawatir lagi akan bersanding dengan warna Biru yang menodainya. Lagu kebangsaan Indonesia Raya akan terdengar berkumandang di seluruh langit Zamrud Katulistiwa dengan khidmad.
Dan ... begitu bendera diam setelah letih menari diiringi angin, upacar pun selesai. Dan seketika itu pun selesai sudahlah keterkejutan umat akan tanggal 10 November yang hadir saat itu. Semua akan kembali terlarut dalam berbagai aktivitas bergaya hedonis dan apatis. Semua hanya akan mengingat bahwa mereka telah melaksanakan uapcara bendera dalam memperingati Hari Pahlawan. Mereka akan teringat lagi saat 10 November kembali bertamu di tahun berikutnya.
Sungguh memilukan!
Hari Pahlawan hendaknya bukan hanya menjadi suatu hari bersejarah, yang ketika orang-orang melihat tanggal 10 November di kalender, mereka akan berseru "Hari ini adalah Hari Pahlawan". Hari Pahlawan bukanlah suatu momentum yang secara continu hanya bertugas sebagai alarm waktu yang mengingatkan kita akan peristiwa bersejarah yang sudah terjadi berpuluh-puluh tahun sebelumnya.
Lebih dari itu!!!
Hari Pahlawan seharusnya bisa menjadi keuatan historis yang bisa menyadarkan kita atas semua yang telah kita perbuat kepada bangsa ini. Sudahkah kita menunjukkan pengorbanan kita bagi bangsa ini? Sejauh apakah kita memberi dan bukan hanya menerima apa yang diberikan Ibu Pertiwi?
Euforia hari pahlawan tidak harus ditunjukkan dengan Upacara bendera yang khidmad atau menyanyikan lagu-lagu perjuangan sepanjang Tanggal 10 November, karena itu bukanlah bentuk Nasionalisme yang luhur melainkan hanya sebatas Hegemoni belaka yang akan segera terkikis habis oleh waktu, tepat ketika upacara selesai atau lagu perjuangan tersebut berhenti dinyanyikan.
BANGKITLAH BANGSAKU!

Rabu, November 05, 2008

KONTAN_RABU, 5 NOVEMBER 2008

Mengintip Skenario Penurunan Harga BBM
Pemerintah masih menunggu tiga kondisi terpenuhi, DPR bilang sudah bisa turun
Jakarta. Pemerintah ternyata sudah punya beberapa skenario untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Usulan skenario ini juga sudah sampai ke pembahasan sidang-sidang kabinet. Salah satunya, harga BBM bersubsidi bisa turun antara Rp. 800-Rp. 500 per liter.
Tapi, ada tiga kondisi yang terpenuhi sebagai pegangan pemerintah sebelum mengambil keputusan itu. Pertama, jika harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Oil Price (ICP) US$ 70. Kedua, "Kurs Dolar Amerika Serikat (AS) bisa mencapai Rp. 10.000," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas, Evita Legowo. Ketiga, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui tambahan subsidi Rp. 3 Triliun.
Evita menjelaskan, pemerintah memerlukan tambahan subsidi karena anggaran subsidi 2008 sebetulnya sudah habis. Sebabnya, pemakaian BBM bersubsidi selama ini ternyata di atas patokan anggaran yang sebesar 35,5 juta kiloliter. Jadi meskipun harga minyak dunia sudah turun subsidinya tetap habis.
Jika ketiga kondisi itu terpenuhi, harga BBM bersubsidi bisa turun pada November-Desember 2008 ini. Bahkan kalau yang turun hanya satu jenis BBM, apakah itu solar atau premium, "Penurunannya bisa lebih besar dari Rp. 800 per liter," kata Evita.
Syarat pertama mungkin sudah terpenuhi jika kita melihat tren penurunan harga minyak dunia. ICP, yang turun-naiknya sejalan dengan harga minyak dunia, sudah menukik dari US$ 134,96 per barel (Juli) jadi US$ 70,66 per barel untuk Oktober kemarin. Persoalannya tinggal kurs Dolar AS yang masih enggan turun. Kemarin, harga satu Dolar AS masih Rp. 10.800.
Sedangkan untuk kondisi ketiga, langsung saja para anggota DPR melontarkan kritik tajam. Airlanga Hartono, ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar menegaskan, pemerintah sebetulnya tak perlu lagi repot-repot mencari tambahan dana subsidi Rp. 3 Triliun. "Bantalan dana cadangan fiskal untuk 2008 masih tersisa Rp. 4 Triliun," kata Airlangga.
Anggaran dana bantalan fiskal ini sebetulnya Rp. 8,2 Triliun. Menurut perhitungan Airlangga, pemerintah baru memakai separuhnya. Jadi, "Pemerintah bisa menurunkan harga BBM bersubsidi pada tahun 2008 ini, seperti yang terjadi di negara-negara lain," kata Airlangga.
Apakah dana subsidi yang tersedia masih cukup untuk mengkompensasi lonjakan konsumsi BBM bersubsidi yang tampaknya akan mencapai 39 juta kilo liter hingga akhir 2008? Airlangga menegaskan dana itu masih cukup. "Pemerintah dan DPR sudah menengarai asumsi kenaikan konsumsi itu sejak pertengahan tahun," katanya.
Ketua Panitia Anggaran DPR, Amir Moeis juga mempersilakan pemerintah untuk segera menurunkan harga BBM. Ia memberi alasan yang lebih praktis, tahun anggaran 2008 kan tinggal tersisa dua bulan lagi. Cuma Emir tidak seyakin Airlangga mengenai sisa dana cadangan fiskal. "Sampai sekarang, pemerintah belum memberikan penjelasan mengenai posisi akhir dana cadangan fiskal yang tersisa, " katanya.
Dengan pertimbangan itu, Emir menyarankan penurunan harga BBM yang tidak terlalu besar. "Paling sekitar Rp. 400 karena subsidi BBM sudah keluar banyak pada bulan Juli," katanya.
Anggota DPR yang membidangi energi, Tjatur Sapto Edy juga menegaskan, pemerintah sama sekali tida perlu meminta tambahan dana untuk menurunkan harga BBM. Pasalnya, dari kebijakan kenaikan harga BBM pada bulan Mei 2008 lalu pemerintah sudah mengantongi penghematan anggaran setidaknya Rp. 15 Triliun.
Lalu, masih ada sisa dana cadangan fiskal. Plus, ada perkiraan kembalinya dana sisa belanja kementrian dan lembaga pemerintah pada akhir tahun, sekitar Rp. 30 Triliun. "Realisasi anggaran paling hanya 90%, jadi seharusnya pemerintah bisa langsung menurunkan harga BBM. Siapa bilang pemerintah tidak punya uang lagi." ujarnya.

Selasa, November 04, 2008

Makalah Kelompok I (Akhirnya Selesai Juga Friends)

Ringkasan ini tidak tersedia. Harap klik di sini untuk melihat postingan.